Tuesday, November 12, 2013

Mengubah

WISDOM OLD LETTER

Suatu hari sorang bijak menulis sebuah surat. Isi surat ini mungkin ditujukan untuk semua orang agar bisa belajar menyikapi kehidupan dengan bijaksana. Demikianlah isi suratnya, “Ketika masih muda, saya ingin mengubah dunia. Lama-kelamaan saya menemukan bahwa sangatlah sulit untuk mengubah dunia. Saya mulai berusaha untuk mengubah negara ini, bahkan untuk mengubah kota saya saja sangat sulit sekali. Karena usia sudah mulai menua, saya berfikir untuk mengubah keluarga saya saja. Namun, ketika kini sudah lanjut usia, saya menyadari bahwa untuk mengubah diri saya sendiri saja sudah merupakan hal yang sangat sulit. Seandainya dari awal saya menyadari bahwa seharusnya saya berusaha mengubah diri sendiri agar efek perubahan itu terasa bagi keluarga saya. Siapa tahu dengan perubahan saya,keluarga saya bisa berubah dan ketika keluarga saya berubah, siapa tahu kota saya akan berubah. Ketika kota saya berubah, siapa tahu Negara saya berubah, dan ketika Negara saya berubah, siapa tahu dunia ini bisa berugah.”

Banyak orang berusaha mengubah orang lain. Ketika gagal melakukannya, ,mereka menjadi kecewa dan putus asa. Pemimpin yang bijakasana menyadari bahwa kita tidak pernah bisa memaksa orang lain untuk berubah mengikuti apa yang kita harapkan. Yang bisa kita lakukan adalah berusaha mengubah diri sendiri agar menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari. Dengan perubahan yang kita alami, sebenarnya kita sedang membuka peluang untuk orang lain agar bisa terinspirasi dan mulai merubah diri mereka.

Kadang kala kita lebih suka menyalahkan orang-orang di sekitar kita dan menuntut mereka untuk berubah di sekitar kita dan menuntut mereka untuk berubah. Padahal, kalau kita menjadi seperti mereka, mungkin kita sendiri juga akan mengalami kesulitan untuk berubah. Mentor saya, Anthony Dio Martin, pernah menuliskan dalam bukunya Emotional Quality Manajemen, ‘Anda tidak pernah bisa menghentikan laju ombak, namun anda bisa belajar berselancar di atasnya”. Sejalan dengan filosofi ini, marilah kita memfokuskan energy dan konsentrasi untuk menjadikan diri kita semakin positif dari hari ke hari. Saya percaya, pemimpin yang positif akan memberikan dampak positif pada sekitarnya, dan pada akhirnya secara tidak langsung bisa membawa perubahan untuk lingkungan sekitar mereka.
READ MORE - Mengubah
Monday, November 11, 2013

Kepercayaan

UNTRUSTED FATHER

Saya teringat cerita tentang seorang ayah yang sangat kasar terhadap istri dan anaknya. Ia bahkan berselingkuh dan terjebak dalam narkoba. Selama bertahun-tahun ia tidak pernah memberikan teladan yang baik kepada keluarganya dan meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan suami. Anaknya sendiri tidak pernah memiliki ikatan emosional yang dalam. Mereka malah merasa sangat pahit dan tidak ingin lagi menganggapnya sebagai ayah. Setiap kali bertemu di rumah, antara ayah dan anak seolah-olah seperti orang yang tidak saling kenal, si anak tidak pernah mau member respek dan tidak lagi mengajak ayahnya bicara. Namun, kondisi ini bukannya membuat sang ayah sadar, ia malah semakin kesal. Ia sering kali mengumpat kepada teman-temannya bahwa keluarganya tidak menghormati dia sebagai kepala keluarga dan sama sekali tidak menganggapnya sebagai kepala keluarga.

Jika melihat sekilas, anda tentu tahu mengapa pria itu tidak mendapatkan hormat dari keluarganya. Bagaimana mungkin ia mengharapkan istir dan anaknya bisa menghormatinya dan menganggapnya sebagai keluarga sementara ia tidak pernah memenuhi tanggung-jawabnya sebagai seorang kepala keluarga?. Penghormatan tidak pernah datang dengan sendirinya. Anda hanya akan dihormati jika anda menyelesaikan tanggung jawab anda.

Jika anda adalah pemimpin, anda tentu akan memahami prinsip ini. Jika anda tidak pernah bisa memenuhi tanggung jawab anda sebagai pemimpin, mana mungkin bawahan anda mau menghormati anda?. Masalahnya yang sering kali terjadi adalah kebalikannya. Kita biasanya minta dihormati dulu, baru mau menjalankan tanggung jawab.

Saya ingat sebuah cerita dari Michael Abrashoff. Michael Abrashoff adalah serorang kapten kapal berusia 30-an yang ditugaskan memimpin sebuah kapal yang terkenal sangat payah reputasinya, bahkan kapal yang ia pimpin termasuk dalam daftar 10 besar kapal angkatan alut terburuk di Amerika. Namun, dalam waktu sekitar 20 bulan, Michael bisa mengubah kapal tersebut menjadi salah satu kapal terbaik dan memenangkan sebuah penghargaan.

Mengapa Michael bisa melakukannya?. Karena tidak hanya sekadar member perintah, ia juga berusaha memahami anak buahnya, dan bekerja bersama, terlibat dalam kehidupan anak buahnya, dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, yaitu mengarahkan, memahami, mengayomi, dan melindungi mereka. Michael bahkan tidak segan makan bersama anak buahnya di geladak.

Jika bawahan kita bisa melihat bahwa kita memang menjalankan fungsi kita sebagai pemimpin mereka, saya tidak ragu mereka pasti akan dengan sukarela mengikuti dan menghormati kita. Sudahkah anda benar-benar menjadi pemimpin atau hanya sekedar tukang perintah?
READ MORE - Kepercayaan

Resiko

TOM URBAN CEO PIONEER

Beberapa tahun lalu Pioneer sebagai salah satu perusahaan multinasional membeli sebuah perusahaan yang memproduksi terminal hand-held. Karena semua sales-nya menggunakan alat ini, pembelian tersebut akan membuat Pioneer menghemat banyak dan memperoleh keuntungan dari hasil penjualannya. Selain itu, Pioneer juga memiliki kesempatan luas mengembangkan teknologi yang berhubungan dengan terminal hand-held. Sang CEO, Tom Urban, telah melakukan kalkulasi matang dan di atas kertas pembelian ini akan menguntungkan secara ekonomi. Bahkan semua staf dan pimpinan Pioneer pun menyambut pembelian ini dengan antusias.
Namun beberapa tahun kemudian, ditemukan teknologi yang membuat terminal hand-held tidak digunakan lagi. Akibatnya, anak perusahaan yang tadinya dianggap bisa menambah keuntungan bagi Pioneer mengalami kerugian besar sehingga keuntungan Pioneer yang dibagikan untuk pemegang saham menjadi banyak berkurang. Hal ini mengguncang mental karyawan dan jajaran pimpinan Pioneer.

Tom Urban memiliki kebiasaan melakukan kunjungna ke berbagai divisi untuk melakukan pertemuan, mendengarkan, kondisi pekerjaan masing-masing divisi, dan bertukar pendapat dengan mereka. Suatu hari dalam sebuah pertemuan. Tom Urban berkata kepada orang-orang kunci Pioneer. “Saya telah melakukan kesalahan dengan membeli perushaan terminal hand-held itu, dan saya minta maaf. Saya juga minta maaf karena pembelian ini berdampak buruk pada keuangan perusahaan dan mengakibatkan banyak kekhawatiran pada anda semua. Saya akan tetap menganggung semua risiko ini. Tapi, sekarang saya sudah lebih pandai. Saya belajar dari kejadian ini. Jadi saya akan berusaha lebih keras untuk mengatasi kondisi ini.”
Salah satu pemimpin yang hadir dalam pertemuan itu menuliskan kisah ini di internet dan ia berkata bahwa sejak saat itu ia memandang Tom secara berbeda. Ia tahu bahwa ia memiliki seorang pemimpin yang tepat dan ia rela melakukan segala sesuatu untuk membantunya memulihkan kondisi Pioneer.

Sebagai pemimpin, anda harus tahu bahwa jika anda menginginkan hasil yang signifikan dan besar, tentu ada risiko yang lebih besar yang harus siap anda tanggung. Saya rasa  semua pemimpin sukses sering kali dihadapkan pada situasi seperti ini. Namun, yang membedakan mereka dengan pemimpin biasa adalah respons mereka dalam menghadapi risiko. Mereka bisa menghadapi kegagalan tanpa kehilangan semangat bertarung. Itu sebabnya mereka tidak gentar jika dihadapkan pada pilihan-pilihan berisiko karena mereka juga sudah siap menghadapi kegagalan dengan berani. Orang yang tidak pernah mengambil keputusan berisiko tidak pernah mendapatkan hasil yang spektakuler. Dan, pemimpin sejati adalah pemimpin yang berani mengambil keputusan besar dengan penuh perhitungan dan siap menghadapi risiko di balik keputusan itu.
READ MORE - Resiko

Kemungkinan

THOMAS ALVA EDISON

Tahun 1914 menjadi tahun yang sangat bersejarah dalam kehidupan Thomas Alva Edison. Di usianya yang sudah lanjut, tiba-tiba pabrik dan tempat kerjanya di New Jersey mengalami kebakaran. Hampir sebagian besar hasil usaha dan pemikirannya selama berpuluh-puluh tahun terbakar habis. Setelah api mulai reda dan hanya menyisakan puing-puing, anak Edison yang bernama Charles mencari ayahnya di tengah kekacauan. Ia menemukan ayahnya sedang berdiri memandang sisa-sisa hasil kerjanya dengan tenang. Kerugian yang harus diterima akibat kebakaran itu ditaksir sekitar 2 juta dolar. Namun, wjah Edison masih tampak teguh bergeming.

Charles mulai risau melihat ayahnya. Charles berfikir dengan usia ayahnya yang 67 tahun, kebakaran itu tentu akan memberikan guncangan yang cukup keras terhadap mentalnya.
Keesokan paginya Edison kembali mendatangi dan mengamati sisa kebakaran. Setelah sesaat memeriksa puing-puing yang ada, Edison berkata, “Ini adalah sebuah bencana yang berharga. Semua kesalahan kita sudah dibakar habis!. Syukur kepada Tuhan sekarang, kita bisa memulai yang baru“. Tiga minggu setelah peristiwa kebakaran itu, Edison berhasil menemukan phonograph.

Apa yang membedakan antara seorang pemimpin sejati dan pemimpin biasa adalah seorang pemimpin sejati mampu melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda. Edison tidak melihat kebakaran itu sebagai akhir dari karier dan kehidupannya. Ia justru menggunakan kebakaran itu sebagai batu loncatan untuk lebih mengobarkan krativitasnya. Selain itu, di tengah guncangan yang hebat, Edison juga masih mampu menjaga semangat rekan kerja, keluarga dan para karyawannya. Edison sanggup menembus kemalangan yang terjadi dan melihat sebagai kemungkinan positif yang terbentang di hadapannya. Inilah rahasia mengapa ada beberapa pemimpin sejati yang tetap berprestasi meskipun berada dalam masa-masa sukar, karena mereka mampu melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda.

Bagaimanakah cara anda memandang kesulitan dan masalah? Semua cara itu akan menentukan apakah anda bisa melewati masalah itu dengan gemilang kemenangan atau justru masalah itu yang menggilas anda.
READ MORE - Kemungkinan
Sunday, November 10, 2013

Visi Besar

SATISFIED MANAGER

Suatu hari seorang direktur dari perusahaan yang cukup besar dan merupakan penguasa pasar nomor satu di negaranya memanggil jajaran manajer di bawah kepemimpinannya. Waktu itu adalah hari-hari menjelang akhir tahun, dan sudah menjadi kebiasaan sang direktur untuk berdiskusi dengan para manajer mengenai rencana dan goal yang ingin dicapai perusahaan untuk tahun depan. Ketika itu, posisi penjualan produk-produk peusahaan berhasil mencapai angka yang fantastis. Bahkan tahun itu bisa dibilang termasuk tahun terbaik yang pernah mereka alami.

Ketika direktur memanggil manajer sales, sang direktur berkata, “ Saya puas dengan penjualan tahun ini. Sepertinya kamu bekerja dengan cukup keras. Kira-kira apa rencanamu tahun depan?. Apakah kamu punya usulan-usulan tertentu yang ingin disampaikan kepada saya?”. Mendengar pujian sang direktur, “Terima kasih Pak. Saya juga tidak menyangka kalau tahun ini penjualannya sangat bagus. Karena itu, saya akan berusaha keras untuk tetap mempertahankan tingkat penjualan ini”.

Sang direktur tiba-tiba mengerutkan dahinya, “Jadi apakah rencanamu untuk tahun depan?”. Masih dengan keyakinan cukup tinggi, manajer itu berkata, “Saya belum menyiapkan rencana yang spesifik, Pak. Tapi melihat angka penjualan kita yang sudah fantastis dibandinkan competitor, saya rasa kita harus berkonsentrasi untuk tetap mempertahankannya. Mungkin kita akan tetap melakukan strategi-strategi yang sudah berhasil kita lakukan dan tetap menjaga semangat karyawan dalam mempertahankan kinerja bagus mereka”.

Mendengar jawaban tersebut sang direktur mengendurkan dahi dan tersenyum, “Wah baguslah kalau begitu, saya tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk membayar gajimu yang mahal…..”. Si manajer terperangah, “Maksudnya, Pak?”.
Sang direktur menjelaskan, “Saya mengerti bahwa hasil penjualan yang signifikan tahun ini merupakan hasil usaha keras yang sudah kamu lakukan. Tetapi kalau untuk melakukan apa yang sudah kita lakukan di tahun sebelumnya, saya rasa saya tidak perlu membayar mahal seorang manajer. Saya bisa mengangkat bawahanmu yang potensial, memberinya gaji di bawah gajimu, dan saya yakin penjualan kita masih bisa bagus.

Anthony Robbins pernah berkata, “jika anda hanya melakukan yang biasa anda laukan, anda akan memperoleh hasil yang biasa anda peroleh”. Untuk mencapai hal-hal besar dibutuhkan tindakan-tindakan yang juga besar. Kadang kala visi dan goal hanya merupakan goal biasa yang mudah dicapai karena kita takut dan tidak yakin bahwa diri kita mampu melakukan hal yang besar. Bahkan beberapa orang yang takut mencanangkan visi yang tinggi bukanlah karena tidak yakin, melainkan karena enggan untuk menderita dan bersusah payah mencapai visi mereka. Mereka takut dengan namanya penderitaan. Saya pernah menulis dalam salah satu buku saya, “Get Your Wisdom”, “Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan dan tidak ada kehormatan tanpa kehilangan. Jangan takut untuk menderita jika itu bisa mengantarkanmu untuk menjadi yang terbaik”.

Lebarkan kapasitas Anda dan mulailah melakukan usaha lebih banyak lagi. Hanya orang-orang yang melakukan hal yang di luar kebiasaanlah yang bisa memimpin. Jika anda hanya menjadi orang yang biasa-biasa saja, selamanya anda hanya akan menjadi bawahan.
READ MORE - Visi Besar
Saturday, November 9, 2013

Warisan

ADOLF HITLER AND MOTHER TERESA


Banyak sekali pemimpin  yang merasa sangat bangga akan jabatan, otoritas, dan kekuasaan yang dimilikinya. Bahkan saya pernah berjumpa dengan beberapa pemimpin yang dengan sengaja menggunakan otoritas untuk mempertontonkan kekuasaannya. Istilah kerennya, mereka melakukan “show off” atau pamer kekuatan.

Mungkin kita tidak menyadari bahwa kehidupan ini seperti permainan catur. Apakah anda seorang raja, menteri, pahlawan berkuda, benteng, atau hanya serdadu biasa, pada saatnya nanti semuanya akan kembali ke satu kotak yang sama, yaitu kotak berukuran 2 x 1 meter alias peti mati.

Pemimpin  yang bijaksana mengetahui hal ini, itu sebabnya dia tidak bangga dengan kekuasaannya. Ia menyadari bahwa semuanya hanya sementara. Pemimpin yang bijaksana sibuk memikirkan warisan apa yang bisa ia berikan sebagai pemimpin jika ia pergi nanti.

Bandingkanlah antara Hitler dan Bunda Teresa. Jika dilihat-lihat, Hitler sebenarnya punya kekuatan dan otoritas yang lebih besar daripada Bunda Teresa. Namun, ketika keduanya meninggal, apakah yang mereka wriskan? Hitler mewariskan ribuan trauma, kesedihan, dan pernderitaan. Bahkan ketika Hitler meninggal, dunia menyambutnya dengan sorak sorai. Sebaliknya, ketika Bunda Teresa meninggal, kemudian berkabung selama 3 bulan!. Bunda Teresa mewariskan ribuan kasih sayang dan penerimaan. Bahkan sampai hari ini pun banyak orang yang mewarisi visi dan semangat Bunda Teresa.

Apakah warisan yang akan anda tinggalkan untuk orang-orang yang anda pimpin? Ketika anda meninggalkan mereka, apakan semangat dan jiwa anda masih tinggal di hati bawahan anda?.
READ MORE - Warisan
Friday, November 8, 2013

Berubah

CHANGING YOURSELF FIRST

Suatu hari seorang manajer perusahaan mengeluh kepada konsultan SDM yang disewa di perusahaannya. Ia bercerita mengenai bawahannya yang sering sekali terlambat datang ke kantor. Masalahnya, tidak hanya satu orang bawahan yang sering terlambat, tetapi dari tujuh bawahannya, ada empat orang yang bermasalah dengan keterlambatan. Manajer ini sudah berusaha menegur bawahannya, namun mereka tidak banyak berubah. Para bawahan itu memakai aturan batas terlambat 3 kali sebulan sebagai siasat agar tidak mendapat SP.

Sang konsultan SDM berusaha menyelidiki mengapa keempat bawahan itu sering datang terlambat. Ternyata, hasil penyelidikannya sungguh ironis. Keempat bawahan itu datang terlambat terinspirasi oleh atasan mereka yang sering mepet datang ke kantor. Meskipun tidak pernah terlambat, manajer yang menjadi atasan mereka sering datang dengan tergesa-gesa karena 1-2 menit lagi jam kantor sudah dimulai. Melihat atasannya, mereka berfikir bahwa masalah keterlambatan bukanlah hal yang terlalu serius sehingga lama-kelamaan mereka mengikuti gaya sang manajer dan bahkan mulai terbiasa untuk datang terlambat.

Akhirnya, sang konsultan SDM memberikan nasihat kepada manaajer yang mengeluh itu agar ia juga memperbaiki disiplin kerja. Bagaimanapun, standar pemimpin selalu berada di atas standar bawahannya. Jika pemimpin menurunkan standarnya, secara otomatis bawahannya akan berada di standar yang lebih turun lagi. Kadang kala kita sering complain mengenai perilaku bawahan dan anggota tim kita, padahal sebenarnya justru kitalah yang harus berubah terlebih dahulu.
Menemukan kesalahan orang lain memang jauh lebih mudah daripada menemukan kesalahan diri sendiri. Namun, daripada sibuk berusaha mengubah orang lain, lebih baik kita mulai mengubah diri sendiri lebih dulu, siapa tahu orang lain justru terinspirasi karena perubahan kita.


READ MORE - Berubah
Template oleh Blog SEO Ricky - Support eva fashion store